Seorang penggangguran melamar pekerjaan sebagai office boy di istana Negara (kantor presiden SBY), Jakarta. Salah satu staf presiden mewancarai dia dan melihat dia membersihkan lantai sebagai testnya.
“Kamu diterima,” katanya. “Berikan e-mailmu dan saya akan mengirim formulir untuk diisi dan pemberitahuan kapan kamu mulai bekerja.”
Laki-laki itu menjawab, “Tapi saya tidak punya komputer, apalagi e-mail.”
“Maaf,” kata pewawancara. “Kalau kamu tidak punya e-mail, berarti kamu tidak punya hidup. Dan siapa yang tidak punya hidup, tidak bisa diterima bekerja.”
Laki-laki itu pergi dengan harapan kosong. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan hanya dengan Rp. 100.000 di dalam kantongnya. Kemudian ia memutuskan untuk pergi ke Pasar Minggu dan membeli 10 kg peti tomat. Ia menjual tomat itu dari rumah ke rumah. Kurang dari 2 jam, ia berhasil melipat gandakan modalnya. Ia melakukan kerjanya tiga kali, dan pulang dengan membawa Rp. 300.000. Dia pun sadar bahwa ia bisa bertahan hidup dengan cara seperti ini. Ia mulai bekerja lebih pagi dan pulang larut. Uangnya menjadi lebih banyak 2x sampai 3x lipat tiap hari. Dia pun membeli gerobak lalu truk, kemudian akhirnya ia memiliki armada kendaraan pengiriman sendiri.
Lima tahun kemudian, laki-laki itu sudah menjadi salah satu pengusaha makanan terbesar di Indonesia.
Ia mulai merencanakan masa depan keluarga, dan memutuskan untuk memiliki asuransi jiwa. Ia menghubungi broker asuransi, dan memilih protection plan.
Sang brokerpun menanyakan alamat e-mailnya.
Laki-laki itu menjawab, “Saya tidak punya e-mail.”
Sang broker bertanya dengan penasaran, “Anda tidak memiliki e-mail, tapi bisa sukses membangun sebuah usaha besar. Bisakah anda bayangkan, sudah jadi apa Anda kalau Anda punya e-mail?!”
Laki-laki itu berpikir sejenak lalu menjawab. “Ya, saya mungkin sudah jadi office boy di istana Negara!”
Taken from katalog buku teks penerbit ANDI.