Penulis harusnya cermat memilih kata. Karena setiap kata memiliki nuansa makna yang unik. Oleh karena itu, penggunaannya harus memperhatikan ketepatan, kesesuaian, dan kemenarikan. Untuk itulah, penulis perlu mempelajari dan memahami hubungan makna antarkata (hiponimi, homografi, polisemi, antonimi, dan sinonimi), perubahan makna (amelioratif, peyoratif, sinestesia, meluas dan menyempit), majas dan sebagainya.
1. Membedakan dengan cermat kata-kata denotatif dan konotatif
Kita tahu bahwa kata tidak selalu mengacu pada pengertian dasarnya, tetapi juga merujuk pada tautan atau asosiasi dengan hal yang lain. Perhatikan contoh berikut!
(1) Dia makan lahap sekali.
(2) Honor anak buahnya, dia makan juga.
Selanjutnya, untuk keperluan penulisan, manakah yang lebih cocok digunakan? Tergantung pada tujuan penulisan, topik tulisan serta sifat tulisan. Kalau penulis bermaksud mengemukakan hal-hal yang bersifat keilmuan, maka kata-kata denotatiflah yang akan mendominasi karangan. Mengapa? Karangan-karangan ilmiah menyampaikan gagasan atau informasi yang harus dipahami secara persis. Kata-kata yang digunakan tidak menimbulkan kesalahtafsiran atau kesalahmaknaan. Dapat dibayangkan kalau tulisan mengenai pembelajaran atau teknik operasi dalam kedokteran menggunakan kata-kata konotatif. Akibatnya bisa fatal.
Sebaliknya, jika penulis sampaikan adalah karya-karya kreatif seperti karya sastra, iklan, tulisan populer, atau yang berkaitan dengan sentuhan emosional pembaca, maka kata konotatif yang akan banyak mewarnai tulisan. Pada karya-karya kreatif seperti itu, kegandaan tafsiran atau tautan pikiran pembaca dengan suatu hal merupakan sesuatu yang biasa bahkan disengaja. Semakin kaya penafsiran atas suatu karya sastra serta semakin meluas dan mendalam tautan makna yang dimunculkannya, misalnya akan semakin bermutu karya itu.
Hal yang harus diingat bahwa batas penggunaan kedua kata macam itu merupakan sebuah rentangan. Sebagai basis berbahasa, kata-kata denotatif merupakan bahan utama dalam karangan apapun. Kata-kata itu digunakan baik dalam karya ilmiah maupun karya kreatif. Adapun kata-kata konotatif jarang digunakan untuk penulisan karya ilmiah. Kalau pun ada, akan sangat sedikit dan tidak sampai mengganggu pemaknaan. Sementara itu, dalam karya sastra atau karya kreatif lainnya, keberadaan kata-kata konotatif lebih terasa daripada dalam karya ilimiah. Oleh karena kata-kata bermakna konotatif merupakan tambahan makna atau suatu kata, maka penulis akan dapat menggunakannya dengan baik bila makna denotasinya dipahami dengan baik pula.
2. Mencermati kata-kata yang bersinonim
Seperti telah dikemukakan di atas, setiap kata mempunyai nuansa makna yang khas. Bagaimanapun tingginya tingkat kesinoniman antarkata, tidak ada sinonim yang mutlak. Perbedaan itu pasti ada. Mungkin berkaitan dengan keumuman dan kekhususan jangkauan maknannya, kandungan emosional yang terdapat di dalamnya, serta distribusinya dalam konteks berbahasa.
3. Memperhatikan pergeseran atau perubahan makna kata yang terjadi
Makna suatu kata dapat berubah. Perubahan itu dapat disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya adalah kekreatifan pemakainya. Kata yang ada dibatasi maknanya atau diberikan makna baru dengan cakupan yang lebih meluas atau menyempit, atau nilai rasa yang positif atau negatif. Dalam buku-buku tata bahasa, konsep perubahan makna kata itu dikenal dengan istilah meluas, menyempit, ameliorasi, peyorasi, metafora, metonim, dan sinestesa.
Implikasinya, penulis harus memperhatikan perubahan makna dari kata yang dipilih dengan cermat. Kata pahit misalnya, tidak hanya mengacu pada rasa makanan atau minuman saja yang dikecap oleh lidah, tetapi juga pada sesuatu hal (perkataan, perbuatan, atau peristiwa) yang tidak nyaman dirasakan oleh nurani atau perasaan. Sehubungan dengan adanya perubahan makna kata, makna di satu sisi penulis dapat memanfaatkannya sebagai kekayaan sumber daya pengungkapan maksud (variasi kata), terutama untuk kata-kata yang mengalami perubahan makna meluas. Di sisi lain, perlu kehati-hatian menggunakannya agar tidak memunculkan kesalahpahaman. Atas dasar itu, maka pemilihan kata yang seperti ini hendaknya didasarkan atas pertimbangan :
· Kelaziman dan keterkenalan makna kata dalam masyarakat bahasa.
· Kesesuaian makna kata dalam konteks dengan maksud tulisan.
4. Mencermati pemakaian kata-kata teknik dan populer
Pengertian kata-kata teknis dan populer dibedakan berdasarkan frekuensi dan lingkup pemakaiannya dalam lapisan masyarakat pemakai bahasa. Kata-kata teknis biasanya dikenal dan digunakan oleh kalangan terpelajar dalam ruang lingkup komunikasi yang agak terbatas dan bersifat resmi, seperti dalam seminar, diskusi ilmiah, rapat dinas, pembelajaran, makalah, laporan,
Sebenarnya, batas antara kata populer dan kata teknis itu bersifat relativf. Maksudnya suatu kata yang pada masa tertentu dikelompokkan sebagai kata teknis. Tetapi, karena sering digunakan di kalangan umum akhirnya kata itu dipahami dan digunakan oleh khalayak luas. Kondisi ini menggeser pengelompokan kata teknis tersebut menjadi kata populer.
Lalu, implikasinya apa terhadap pemilihan kata dalam tulisan? Diksi mana yang akan digunakan? Hal ini tergantung kepada siapa pembaca tulisan kita dan apa yang akan ditulis. Kalau yang akan ditulis adalah masalah dinas atau keilmuan dan sasarannya adalah kelompok khusus, maka penggunaan kata-kata teknis akan lebih sesuai. Sebaliknya, kalau tulisan menyangkut masalah umum yang akan dikonsumsi oleh khalayak kebanyakan, maka kata-kata populerlah yang dipilih. Tetapi, hal ini tidak berarti dalam sajian populer penulis tidak boleh menggunakan kata-kata teknis. Hanya saja, proporsi pemakaiannya diminimalkan agar pembaca tidak terlalu kesulitan untuk memahaminya.
5. Mencermati penggunaan kata-kata abstrak dan konkret
Kata abstrak sering dipertentangkan dengan kata konkret. Kata abstrak adalah kata yang maknanya mengacu pada sesuatu yang tidak dapat dicerap oleh pancaindera. Termasuk ke dalamnya adalah kata-kata yang berkenaan dengan perasaan seperti indah, baik, sedih, dan nyaman; serta konsep atau gagasan seperti keadilan, kebahagiaan, kemanusiaan, dan kesabaran. Karena keabstrakannya, maka pemaknaan setiap orang tentang kata abstrak bisa berbeda-beda. Kata konkret adalah kata yang maknanya merujuk pada sesuatu yang dapat dicerap oleh pancaindra, seperti rumah, orang, pohon, ayam dan buku.
Lalu, kata mana yang dipakai dalam tulisan? Hal ini tergantung pada tujuan tulisan dan jenis penulisan. Kata-kata konkret akan lebih efektif untuk menceritakan atau mendeskripsikan sesuatu karena dapat merangsang pancaindra dan menimbulkan gambaran nyata. Sebaliknya, kata-kata abstrak akan efektif untuk penyampaian sesuatu yang bersifat konseptual dan gagasan yang rumit. Kata itu mampu menjelaskan perbedaan yang halus di antara ide-ide yang bersifat khusus. Walaupun begitu, penulis hendaknya berhati-hati dan tidak berlebihan menggunakan kata-kata abstrak. Karangan yang dipenuhi kata abstrak dapat menjadi samar, kaku, dan tidak mudah dipahami.
6. Memperhatikan kata umum dan khusus
Kata umum biasanya dipertentangkan dengan kata khusus. Perbedaan di antara keduanya didasarkan atas ruang lingkup semantiknya. Semakin luas dan umum jangkauan makna suatu kata, semakin umum pula sifatnya. Sebaliknya, semakin sempit jangkauan suatu kata, semakin khusus pula sifatnya. Karena keluasan daya jangkaunya, kata umum digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide umum, sedangkan kata khusus dipakai untuk penjabarannya.
Semakin umum suatu kata semakin banyak banyak pula kemungkinan tafsirannya. Sebaliknya semakin khusus suatu kata, semakin terarah pula pemaknaannya. Meskipun demikian, tidak berarti penulis harus selalu menggunakan kata-kata khusus dan tidak boleh menggunakan kata-kata umum dalam tulisan. Kata-kata umum tetap diperlukan untuk pengabstraksian, pengklasifikasian, dan penggeneralisasian. Yang harus diperhatikan sebagai penulis, gunakanlah kata-kata umum kalau benar-benar diperlukan. Untuk menghindari pemaknaan yang keliru terhadap kata umum, kadang-kadang pemakaian kata itu dapat disertai penjelasan-penjelasan yang lebih terinci atau contoh-contoh yang lebih konkret. Dengan demikian, tulisan akan lebih jelas dan spesifik.
Tetapi, apakah perincian dari sesuatu yang umum itu selalu dapat memperjelas pembaca? Tidak! Penambahan detail atau rincian kadang-kadang semakin mangaburkan maksud tulisan.
7. Menggunakan kata dengan hemat
Kehematan atau ekonomi kata adalah penggunaan kata yang benar-benar diperlukan dalam berbahasa. Ini artinya, kata-kata yang tidak diperlukan yang jika dihilangkan tidak mempengaruhi arti atau maksud kalimat harus dihindari. Pemakaian kata secara hemat akan menunjang diksi yang kuat. Ungkapan pun akan lebih ringkas, tetapi syarat dengan makna dan informasi. Bagi pembaca, kehematan kata akan membantunya mempermudah menangkap pesan yang disampaikan penulis. Intinya, kalau ada pengungkapan yang lebih langsung kenapa harus menyampaikan sesuatu dengan berbelit-belit?
8. Mewaspadai penggunaan kata-kata yang belum umum dipakai
Ketika menulis, penulis sering dihadapkan pada keinginan untuk memvariasikan kata yang digunakan. Penulis pun kadang-kadang tidak mengetahui padanan kata yang tepat dan populer untuk kata yang digunakan yang berasal dari bahasa daerah, kata dalam bahasa Indonesia yang belum populer, kata bersumber dari bahasa asing atau hasil terjemahan sendiri dari kata asing atau daerah. Sementara itu kalau dipaksakan memakai kata-kata seperti itu, dikhawatirkan pembaca akan bingung yang pada akhirnya akan mengganggu pemahaman mereka atas tulisan yang dibuat.
9. Berhati-hati menggunakan kata
Penulis hendaknya memperhatikan tingkat kebakuan kata yang digunakan dalam tulisannya sesuai dengan masalah yang dibahas, serta pembacanya. Untuk surat-surat atau tulisan pribadi, boleh saja penulis menggunakan kata-kata yang tidak
Pemakaian kata-kata tidak
10. Menggunakan majas dengan cermat